Kisah Orang-Orang yang Mencintai Allah dari Kalangan Sahabat Nabi
Setiap hamba Allah memiliki rasa cinta yang begitu luar biasa tumbuh dari dalam hatinya. namun bagaimana mereka memaknai cinta yang sebenarnya? apakah mereka meluapkan perasaan cintanya kepada hartanya yang melimpah ruah, kepada istrinya, kepada anak-anaknya? atau kepada Rabb nya Allah SWT yang maha raja pemilik alam semesta ini?
Mari kita renungkan kepada siapa seharusnya cinta kita dipersembahkan? berikut ini penulis memberikan beberapa kisah sahabat-sahabat nabi yang mengikhlaskan segala sesuatu yang mereka miliki kepada Allah SWT demi mewujudkan cintanya kepada Allah SWT.
1. Utsman bin Mazh'un
Ia mengiasahkan dirinya
dengan berkata “aku melihat para sahabat Nabi disiksa di Makkah. Setiap kali
seorang sahabat disiksa aku mengetahui bahwa ia mendekatkan diri kepada Allah
satu langkah dan Allah mencintainya lebih banyak. Sementara aku tidak dapat
disakiti oleh siapapun karena aku mempunyai ikatan perjanjian perlindungan
dengan Al-Walid bin Al-Mughirah. Oleh sebab itu aku berkata pada diriku
sendiri, “mengapa mrelka mendapatkan pahala dan mendekatkan diri beberapa
langkah sementara aku tidak? Kemudian aku menemui Al-Walid bin Al-Mughirah lalu
berkata, Aku kembalikan ikatan perjanjian perlindungan kepadamu. Kemudian Al-Walid
menjawab “ Anakku, apakah kamu menemukan perlindungan yang lebih baik daripada
perlindunganku?” kemudian aku menjawab “Ya, perlindungan Allah Azza Wajalla”. Setelah
ia mengembalikan ikatan perjanjian itu, ia pergi ke tengah orang-orang Quraisy
yang sedang berkumpul dalam majlis syair. Di antara mereka ada seorang oenyair
yang sedang berbicara, namanya Lubaid. Diantara kata-kata yang diucapkannya, “ketahuilah,
segala sesuatu selain Allah adalah fana”. Sabagaimana etika yang berlaku di Arab
jahliyah adalah tidak dibenarkan memotong kata-kata penyair. Namunaku bermaksud
untuk memotng kata-katanya dan mengganggu mereka. “Engkau benar!” kata-kata itu
tidak dibenarkan oleh Lubaid dan ia melanjutkan seraya berkata “Semua
kenikmatan tidak diragukan akan sirna!” aku kemudian memotong lagi kata-katanya
itu seraya menyanggah, “Engkau berdusta”, kenikmatan surge tidak berakhir!” Llu
Lubaid bertanya kepada kaum Quraisy dengan nada marah, “wahai kaum Quraisy,
sejak kapan para enyair dihina dalam majlis kalian?”. Mereka menjawab “biarkanlah
ia, wahai Lubaid.” Ia mempunyai ikatan perlindungan kepada Al-Walid bin
Al-Mughairah!, aku menjawab “tidak!, sudah aku kembalikan jaminan perlindungannya”
kemudian orang-orang Quraisy itu memukuliku hingga mataku mengeluarkan darah. Sementara
Al-Walid bin Al-Mughirah datang dari kejauhan tertawa dan berkata “Anakku,
sebelumnya engkau berada pada jaminan perlindunganku yaitu perlindungan orang
yang kuat”. Namun engkau menjawab “tidak”, demi Allah, perlindungan Allah lebih
kuat dan mata sebelahku masih sehat sungguh merindukan apa yang dialami mata
pasangannya karena Allah! Lalu Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam datang,
kemudian meletakkan telapak tangannya yang mulia pada mataku yang luka dan
sembuhlah pada saat itu pula
2. Abdullah bin Jahsy
Sebelum perang Uhud,
para sahabat Nabi memanjatkan doa memohon perlindungan dan pertolongan kepada
Allah untuk mengalahkan kaum Quraisy. Ketika mengawali doanya, Abdullah bin
Jahsy mengucapkan “Ya Allah, sesungguhnya hamba memohon kepada engkau, jika
kami menjumpai musuh besok, hendaklah engkau berkenaan memberi hamba lawan
seorang laki-laki yang dahsyat kekuatannya dan dahsyat kebengisannya yang akan
hamba perangi demi engkau dan ia memerangi hamba, kemudian ia akan menangkap
hamba. Bilamana hamba menjumpai engkau esok, niscaya engkau akan bertanya “Hai
Abdullah, karena apa engkau dipotong hidung dan telingamu?” lalu hamba menjawab
“demi engkau dan Rasul engkau. Lalu engkau berkata “benar”.
3. Abu Ad- Dahdah
Ia adalah seorang
sahabat Nabi Shallaahu Alaihi wa Sallam yang memiliki kebun terluas di Madinah
dan di dalamnya terdapat enam ratus pohon kurma. Suatu saat, ketika ia sedang
duduk di majlis ilmu Nabi, ia mendengar suatu ayat yang dibacakan oleh Nabi
Shalallahu Alaihi wa Sallam yaitu firman Allah SWT. “Siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka dia akan melipatgandakan pengembalian
(pahala) kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya kamu sekalian akan dikembalikan (Al-Baqarah:245)
Mendengar ayat tersebut
dibacakan, lalu ia bertanya “ya Rasulallah, apakah Rabb kita mengingnkan dari
pinjaman yang baik?” beliau menjawab “iya, benar” wahai Abu Ad-Dahdah. “Ia
bertanya lagi, “wahai Rasulallah, ulurkanlah tanganmu. Lalu beliau mengulurkan
tangannya, yang disambut Abu-Ad Dahdah dengan berkata “wahai Rasulullah,
sungguh aku telah meminjamkan kebunku kepada Allah!”
Kemudian ia keluar dari
sisi Rasulallah Shalallau Alaihi wa Sallam menuju kebunnya di mana istri dan
anaknya yang masih kecil sedang berada untuk ia ajak keluar. Ia memberitahukan
kepada istrinya bahwa kebunnya telah ia oinjamkan kepada Allah dan oleh
karenanya mereka harus keluar dari kebun itu. Anaknya yang masih kecil itu
masih memegang buah kurma di mulut saat sejak keluar. Sementara ibunya, seorang
perempuan yang beriman yang memahami ketulusan suaminya, mereka melakkukan
semuanya sambil memberi perintah kepada anaknya agar mengeluarkan kurma itu
dari mulutnya, sambil berkata “Kuh,Kuh, itu milik Allah!”
(dikutip dari buku Manajemen Qolbu, karangan Syaikh Amru M.
Khalid hlm 148)